Selasa, 19 Juli 2016

INGKON JAHOWA DO OLOANNAMI



Oleh : Pdt Lukman Panjaitan

Tahun 2016, HKBP  menetapkan sebagai “Tahun Bapak Ama/Keluarga” dengan tema: Menjadi Keluarga Yang Beribadah Kepada Tuhan (Yosua 24: 14-24) Kata bapak dalam bahasa Iberani disebut: Ab (bandingkan kata Iberani: abba) Bahasa Arab disebut: abu. Pater dalam bahasa Yunani. Bentuk jamaknya;  pateres mempunyai arti bapak-bapak/ayah bersama ibu. Orang tua yang bertanggung jawab untuk mengasuh dan mendidik anak-anak agar menjadi anak-anak yang  berkenan bagi Tuhan.

Seorang bapak menjadi pemimpin bagi suami dan juga anak-anaknya yang dalam perspektif Kristen berperan sebagai seorang imam (bahasa Batak:  malim) yaitu orang  yang memimpin dan mewakili keluarga  untuk beribadah kepada Allah. Sebab itulah,  tahun bapak/ama disebut dengan tahun keluarga mengingat kedudukan dan peranan seorang bapak/ama yang sangat besar dan menentukan dalam kehidupan keluarga (isteri dan anak-anak).


Keluarga Bahagia

Keluarga yang ideal dan berbahagia (na martua) menurut HKBP sebagaimana terkandung dalam Agenda Pemberkatan Nikah dan  Buku Ende HKBP No. 159: “Martua Dongan Angka Na Sabagas.” Keluarga yang senantiasa bersama dengan Tuhan melalui persekutuan dan doa kepada Tuhan. Keluarga yang senantiasa mengasihi Tuhan, mendengar dan melakukan  firmanNya. Model keluarga Yosua dapat menjadi contoh dan acuan untuk membina keluarga yang beribadah kepada Tuhan di mana ia mengatakan; “Aku dan seisi rumahku kami akan beribadah kepada Tuhan (Anggo ahu dohot donganhu sajabu , Ingkon Jahowa do oloannami) Juga, keluarga Yosef dan Maria (Bapak dan Ibu Yesus) yang senantiasa memperhatikan anak mereka dalam didikan firman Tuhan sejak kelahirannya dan masa kanak-kanak Yesus di kota Nasaret di Galilea.

Kemudian keluarga yang ideal, keluarga (suami dan isteri) yang bersatu hati mengikut Tuhan Yesus dan bersama-sama menikmati kebahagiaan (hatuaon) dalam rumah tangga mereka. Keluarga (suami-isteri) yang saling mengasihi baik dalam suka maupun duka (manang beha parsorionna pe)
Termasuk keluarga yang mendidik anak-anak agar menjadi anak-anak yang takut akan Tuhan (na burju) dan orang tua yang senantiasa mendoakan anak-anak mereka setiap hari. Model keluarga Ayub (Job) dalam Perjanjian Lama menjadi contoh bagaimana seorang bapak senantiasa mendoakan anak-anaknya agar mereka dilindungi oleh Tuhan dari dosa dan tipu daya/jerat iblis.
Begitu juga, keluarga yang senantiasa bersukacita dan bersyukur atas segala berkat Tuhan. Senantiasa mengandalkan kasih penyertaan dalam segala pergumulan dan tantangan hidup serta keluarga yang senantiasa hidup dalam  sukacita dan pengharapan di dalam kasih pemeliharaan Tuhan.
Selan itu, keluarga (suami-isteri) yang saling mengasihi, tetap setia dan tidak boleh bercerai sampai akhir hidup. Keluarga Kristen menganut azas monogami (seorang suami dan seorang isteri) bukan poligami dan poliandri. Itu sebabnya, keluarga Kristen tidak menyetujui perceraian dengan alasan apa pun sebab apa yang telah dipersatukan oleh Tuhan tidak boleh diceraikan oleh manusia (Mateus 19: 6)  kecuali perceraian  oleh kematian dan oleh perbuatan zinah (suatu perbuatan yang tentu  sangat bertentangan dengan hukum Tuhan !).

Ditegaskan pula oleh “Hukum Taurat /Patik ke VII: Jangan Berzinah,” di mana suami dan isteri haruslah saling menghargai dan menghormati antara satu dengan yang lain (Anggo angka naung marbagas i ingkon masihaholongan jala masiparhamaolan) Untuk mewujudkan keluarga bahagia (na martua) seorang bapak/ama harus sungguh-sungguh melaksanakan kewajibannya baik dia sebagai suami terhadap isteri maupun sebagai bapak/ayah bagi anak-anaknya.
Keluarga bahagia seperti itu bersesuaian  dengan firman Tuhan sebagaimana  disaksikan dalam kitab Mazmur 128: 1-6;  Berkat Atas Rumah Tangga. “Berbahagialah setiap orang yang takut akan Tuhan, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkanNya. Berbahagialah keluarga dan baiklah keadaannya, isterinya akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahnya dan anak-anaknya seperti tunas pohon zaitun. Sesungguhnya Tuhan memberkati seorang laki-laki/Bapak yang takut akan Tuhan dan melihat kebahagiaan seumur hidupnya dan melihat anak-anak dari anak-anaknya (cucu/keturunannya).

Tantangan Keluarga Saat Ini

Saat ini keluarga di seluruh dunia banyak menghadapi tantangan dan masalah  dan hal itu  telah mendapat perhatian khusus dari organisasi bangsa-bangsa sedunia (PBB) dalam Sidang Umumnya yang  berlangsung baru-baru ini di New York di mana pemimpin dari banyak negara telah menyoroti permasalahan keluarga. Bahkan, Paus Fransiscus sendiri dalam kunjungannya baru-baru ini ke Amerika selalu menyampaikan agar kehidupan keluarga yang akrab dan hangat perlu mendapat perhatian sebab dalam kenyataannya saat ini  banyak keluarga yang telah mengabaikan kehidupan yang hangat dalam keluarga.

Demikian pula, Edgar J Poe, mantan Direktur FBI Amerika Serikat, pernah menyatakan bahwa kehidupan keluarga sangat menentukan dalam menghempang timbulnya tindakan kriminal  dalam  sebuah masyarakat dan negara di mana ia mengatakan; “secanggih apa pun  alat-alat keamanan dan persenjataan yang dimiliki oleh suatu negara, jikalau kehidupan keluarga telah rusak maka akan sulit untuk mengatasi terjadinya perbuatan-perbuatan kejahatan sebab dari tengah-tengah keluargalah berawal sebuah perbuatan kriminal dan hal itu sudah tentu akan  mempengaruhi masyarakat yang lebih luas.” Pernyataan ini, mengisyaratkan betapa pentingnya peranan dari keluarga dalam memelihara kehidupan yang aman dan nyaman dalam masyarakat dan negara.

Dalam konteks kita di Indonesia saat ini, masalah kehidupan keluarga ini menjadi masalah yang sangat serius bahkan ada yang menyebutnya sebagai keadaan krisis/darurat dengan  melihat semakin merebaknya tindakan-tindakan kejahatan dan kekerasan dalam  masyarakat dan rumah tangga (KDRT) pelecehan seksual oleh kaum lelaki terhadap perempuan dan anak-anak. Juga semakin meningkatnya kasus-kasus perceraian dalam rumah tangga termasuk keluarga Kristen dan warga jemaat HKBP?

Kita tidak boleh menutup mata terhadap timbulnya masalah-masalah rumah tangga yang akhirnya mengarah kepada perceraian yang sangat berpengaruh kepada kehidupan keluarga khususnya terhadap anak-anak. Semakin meningkatnya kasus-kasus perceraian dalam rumah tangga seharusnya menjadi keprihatinan yang serius bagi kita semua khususnya sebagai bapak/ama atau suami  dalam keluarga.
Saat ini, kita mendengar suatu istilah yang sangat merisaukan hati yaitu generasi yang hilang (the lost generation) sebagai akibat diabaikannya anak-anak oleh keluarga/orang tua dan masyarakat di tengah derasnya arus perkembangan dan kemajuan dalam bidang teknogi komunikasi informasi digital ( new digital age).

Keluarga Beribadah Kepada Tuhan

Untuk mewujudkan terciptanya keluarga/rumah tangga yang beribadah kepada Tuhan  dan menuju keluarga berbahagia berkaitan dengan “Tahun Keluarga HKBP 2016” sebaiknya dirancang suatu ibadah keluarga. Kemudian, melaksanakan ibadah keluarga bersama dalam ibadah Minggu sekali dalam sebulan di mana seluruh keluarga (bapak, ibu dan anak-anak ) beribadah bersama. Ibadah dirancang sedemikian rupa sehingga semua anggota keluarga yang mengikuti ibadah dapat merasakan dan menikmati indahnya persekutuan bersama keluarga di hadapan Tuhan dalam gereja Tuhan.
Selain merancang  dan melaksanakan ibadah keluarga setiap hari di rumah masing-masing, di mana seluruh anggota keluarga dapat bersekutu bersama dalam ibadah yang dilaksanakan pada malam hari sesuai dengan waktu yang disepakati bersama. Dalam ibadah ini, ama aktif untuk memimpin keluarga beribadah kepada Tuhan. Acara untuk ibadah keluarga ini dipersiapkan oleh gereja dan waktu pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi keluarga agar semua anggota keluarga dapat berkumpul bersama.
Kemungkinan, masalah yang dihadapi untuk melaksanakan ibadah keluarga ini adalah berkaitan dengan sulitnya memiliki waktu bagi seluruh anggota keluarga dapat berkumpul bersama mengingat kesibukan kaum bapak dan juga anak-anak khususnya di kota- kota besar seperti di Jakarta ini. Namun sesibuk apa pun pekerjaaan seorang bapak atau ibu mereka harus bijaksana untuk mengalokasikan waktunya untuk keluarga, mungkin hanya sedikit waktu yang tersedia tetapi yang terutama ada waktu untuk bersekutu dengan Tuhan dalam ibadah bersama dengan seluruh anggota keluarga.
Selain itu, momen-momen penting dalam kehidupan warga jemaat khususnya dalam kehidupan keluarga seperti hari ulang tahun kelahiran dan perkawinan dapat menjadi kesempatan yang sangat berkesan dalam beribadah dan bersyukur kepada Tuhan.
Tidak kalah penting mengadakan ibadah keluarga di setiap wijk, daerah, lunggu, banjar atau sektor di mana masing-masing keluarga diundang untuk mengikuti ibadah khususnya keluarga  yang menjadi tuan rumah dapat merasakan pesekutuan yang akrab bersama dengan sesama keluarga lain dalam satu sektor/wilayah.

Boleh juga dirancang ibadah keluarga dalam perkumpulan arisan keluarga (semarga, saompu) di mana masing-masing keluarga dapat saling mengenal dalam suasana akrab dan persaudaraan kasih Tuhan. Unsur-unsur adat dan budaya dapat menjadi sarana perekat tali kasih dan persaudaraan berlandaskan kasih Tuhan. Dalam ibadah ini peranan bapak/ama dapat lebih nyata di kalangan orang Batak yang patrilineal (keturunan  menurut garis bapak/ama) Dalam ibadah arisan perkumpulan  untuk mewujudkan keluarga yang beribadah kepada Tuhan.

Merancang dan melaksanakan program keluarga berdiakonia di mana keluarga dapat berbagi kasih terhadap keluarga lainnya melalui diakonia (pelayanan kasih) sebagai wujud nyata rasa syukur atas segala  berkat Tuhan. Adalah sungguh mulia apabila keluarga yang mampu dapat berbagi kasih dengan sesama yang membutuhkan pertolongan. Bapak/ama dapat menanamkan kepada anak-anak untuk memiliki sikap perduli dan rela menolong orang lain sebagai wujud nyata rasa syukur kepada Tuhan yang telah memberikan berkat-berkatNya untuk keluarga.
Merancang dan melaksanakan program keluarga bermarturia di mana setiap anggota keluarga dapat menjadi garam dan terang dan bersaksi secara bersama dalam keluarga dan terhadap orang lain di lingkungan tempat di mana ia hidup dan bergaul dengan orang/masyarakat lainnya. Misi/sending/pekabaran Injil perseorangan dan bersama keluarga adalah cara atau metode yang sangat efektif untuk mengabarkan Injil kepada orang lain (Bandingkan keluarga Sakeus dan Pilipus dalam Perjanjian Baru).

(Penulis Pdt Dr Lukman Panjaitan MTh  Kepala Bidang Marturia HKBP Distrik VIII DKI Jakarta Raya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar