Oleh : Pdt Lukman Panjaitan
Tahun 2016, HKBP
menetapkan sebagai “Tahun Bapak Ama/Keluarga” dengan tema: Menjadi
Keluarga Yang Beribadah Kepada Tuhan (Yosua 24: 14-24) Kata bapak dalam bahasa
Iberani disebut: Ab (bandingkan kata Iberani: abba) Bahasa Arab
disebut: abu. Pater dalam bahasa Yunani. Bentuk jamaknya;
pateres mempunyai arti bapak-bapak/ayah bersama ibu. Orang tua
yang bertanggung jawab untuk mengasuh dan mendidik anak-anak agar menjadi
anak-anak yang berkenan bagi Tuhan.
Seorang bapak menjadi
pemimpin bagi suami dan juga anak-anaknya yang dalam perspektif Kristen
berperan sebagai seorang imam (bahasa Batak: malim) yaitu orang
yang memimpin dan mewakili keluarga untuk beribadah kepada Allah.
Sebab itulah, tahun bapak/ama disebut dengan tahun keluarga mengingat
kedudukan dan peranan seorang bapak/ama yang sangat besar dan menentukan
dalam kehidupan keluarga (isteri dan anak-anak).
Keluarga
Bahagia
Keluarga yang ideal
dan berbahagia (na martua) menurut HKBP sebagaimana terkandung dalam
Agenda Pemberkatan Nikah dan Buku Ende HKBP No. 159: “Martua Dongan Angka
Na Sabagas.” Keluarga yang senantiasa bersama dengan Tuhan melalui persekutuan
dan doa kepada Tuhan. Keluarga yang senantiasa mengasihi Tuhan, mendengar dan
melakukan firmanNya. Model keluarga Yosua dapat menjadi contoh dan acuan
untuk membina keluarga yang beribadah kepada Tuhan di mana ia mengatakan; “Aku
dan seisi rumahku kami akan beribadah kepada Tuhan (Anggo ahu dohot donganhu
sajabu , Ingkon Jahowa do oloannami) Juga, keluarga Yosef dan Maria (Bapak
dan Ibu Yesus) yang senantiasa memperhatikan anak mereka dalam didikan firman
Tuhan sejak kelahirannya dan masa kanak-kanak Yesus di kota Nasaret di Galilea.
Kemudian keluarga
yang ideal, keluarga (suami dan isteri) yang bersatu hati mengikut Tuhan Yesus
dan bersama-sama menikmati kebahagiaan (hatuaon) dalam rumah tangga
mereka. Keluarga (suami-isteri) yang saling mengasihi baik dalam suka maupun
duka (manang beha parsorionna pe)
Termasuk keluarga
yang mendidik anak-anak agar menjadi anak-anak yang takut akan Tuhan (na
burju) dan orang tua yang senantiasa mendoakan anak-anak mereka setiap
hari. Model keluarga Ayub (Job) dalam Perjanjian Lama menjadi contoh bagaimana
seorang bapak senantiasa mendoakan anak-anaknya agar mereka dilindungi oleh
Tuhan dari dosa dan tipu daya/jerat iblis.
Begitu juga, keluarga
yang senantiasa bersukacita dan bersyukur atas segala berkat Tuhan. Senantiasa
mengandalkan kasih penyertaan dalam segala pergumulan dan tantangan hidup serta
keluarga yang senantiasa hidup dalam sukacita dan pengharapan di dalam
kasih pemeliharaan Tuhan.
Selan itu, keluarga
(suami-isteri) yang saling mengasihi, tetap setia dan tidak boleh bercerai
sampai akhir hidup. Keluarga Kristen menganut azas monogami (seorang suami dan
seorang isteri) bukan poligami dan poliandri. Itu sebabnya, keluarga Kristen
tidak menyetujui perceraian dengan alasan apa pun sebab apa yang telah
dipersatukan oleh Tuhan tidak boleh diceraikan oleh manusia (Mateus 19: 6)
kecuali perceraian oleh kematian dan oleh perbuatan zinah (suatu
perbuatan yang tentu sangat bertentangan dengan hukum Tuhan !).
Ditegaskan pula oleh
“Hukum Taurat /Patik ke VII: Jangan Berzinah,” di mana suami dan isteri
haruslah saling menghargai dan menghormati antara satu dengan yang lain (Anggo
angka naung marbagas i ingkon masihaholongan jala masiparhamaolan) Untuk
mewujudkan keluarga bahagia (na martua) seorang bapak/ama harus
sungguh-sungguh melaksanakan kewajibannya baik dia sebagai suami terhadap
isteri maupun sebagai bapak/ayah bagi anak-anaknya.
Keluarga bahagia
seperti itu bersesuaian dengan firman Tuhan sebagaimana disaksikan
dalam kitab Mazmur 128: 1-6; Berkat Atas Rumah Tangga. “Berbahagialah
setiap orang yang takut akan Tuhan, yang hidup menurut jalan yang
ditunjukkanNya. Berbahagialah keluarga dan baiklah keadaannya, isterinya akan
menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahnya dan anak-anaknya
seperti tunas pohon zaitun. Sesungguhnya Tuhan memberkati seorang
laki-laki/Bapak yang takut akan Tuhan dan melihat kebahagiaan seumur hidupnya
dan melihat anak-anak dari anak-anaknya (cucu/keturunannya).
Tantangan Keluarga
Saat Ini
Saat ini keluarga di
seluruh dunia banyak menghadapi tantangan dan masalah dan hal itu
telah mendapat perhatian khusus dari organisasi bangsa-bangsa sedunia
(PBB) dalam Sidang Umumnya yang berlangsung baru-baru ini di New York di
mana pemimpin dari banyak negara telah menyoroti permasalahan keluarga. Bahkan,
Paus Fransiscus sendiri dalam kunjungannya baru-baru ini ke Amerika selalu
menyampaikan agar kehidupan keluarga yang akrab dan hangat perlu mendapat
perhatian sebab dalam kenyataannya saat ini banyak keluarga yang telah
mengabaikan kehidupan yang hangat dalam keluarga.
Demikian pula, Edgar
J Poe, mantan Direktur FBI Amerika Serikat, pernah menyatakan bahwa kehidupan
keluarga sangat menentukan dalam menghempang timbulnya tindakan kriminal
dalam sebuah masyarakat dan negara di mana ia mengatakan; “secanggih apa
pun alat-alat keamanan dan persenjataan yang dimiliki oleh suatu negara,
jikalau kehidupan keluarga telah rusak maka akan sulit untuk mengatasi
terjadinya perbuatan-perbuatan kejahatan sebab dari tengah-tengah keluargalah
berawal sebuah perbuatan kriminal dan hal itu sudah tentu akan
mempengaruhi masyarakat yang lebih luas.” Pernyataan ini, mengisyaratkan
betapa pentingnya peranan dari keluarga dalam memelihara kehidupan yang aman
dan nyaman dalam masyarakat dan negara.
Dalam konteks kita di
Indonesia saat ini, masalah kehidupan keluarga ini menjadi masalah yang sangat
serius bahkan ada yang menyebutnya sebagai keadaan krisis/darurat dengan
melihat semakin merebaknya tindakan-tindakan kejahatan dan kekerasan
dalam masyarakat dan rumah tangga (KDRT) pelecehan seksual oleh kaum
lelaki terhadap perempuan dan anak-anak. Juga semakin meningkatnya kasus-kasus
perceraian dalam rumah tangga termasuk keluarga Kristen dan warga jemaat HKBP?
Kita tidak boleh
menutup mata terhadap timbulnya masalah-masalah rumah tangga yang akhirnya
mengarah kepada perceraian yang sangat berpengaruh kepada kehidupan keluarga
khususnya terhadap anak-anak. Semakin meningkatnya kasus-kasus perceraian dalam
rumah tangga seharusnya menjadi keprihatinan yang serius bagi kita semua
khususnya sebagai bapak/ama atau suami dalam keluarga.
Saat ini, kita
mendengar suatu istilah yang sangat merisaukan hati yaitu generasi yang hilang
(the lost generation) sebagai akibat diabaikannya anak-anak oleh
keluarga/orang tua dan masyarakat di tengah derasnya arus perkembangan dan
kemajuan dalam bidang teknogi komunikasi informasi digital ( new digital age).
Keluarga Beribadah Kepada
Tuhan
Untuk mewujudkan
terciptanya keluarga/rumah tangga yang beribadah kepada Tuhan dan menuju
keluarga berbahagia berkaitan dengan “Tahun Keluarga HKBP 2016” sebaiknya
dirancang suatu ibadah keluarga. Kemudian, melaksanakan ibadah keluarga bersama
dalam ibadah Minggu sekali dalam sebulan di mana seluruh keluarga (bapak, ibu
dan anak-anak ) beribadah bersama. Ibadah dirancang sedemikian rupa sehingga
semua anggota keluarga yang mengikuti ibadah dapat merasakan dan menikmati
indahnya persekutuan bersama keluarga di hadapan Tuhan dalam gereja Tuhan.
Selain merancang
dan melaksanakan ibadah keluarga setiap hari di rumah masing-masing, di
mana seluruh anggota keluarga dapat bersekutu bersama dalam ibadah yang
dilaksanakan pada malam hari sesuai dengan waktu yang disepakati bersama. Dalam
ibadah ini, ama aktif untuk memimpin keluarga beribadah kepada Tuhan. Acara
untuk ibadah keluarga ini dipersiapkan oleh gereja dan waktu pelaksanaannya
disesuaikan dengan situasi keluarga agar semua anggota keluarga dapat berkumpul
bersama.
Kemungkinan, masalah
yang dihadapi untuk melaksanakan ibadah keluarga ini adalah berkaitan dengan
sulitnya memiliki waktu bagi seluruh anggota keluarga dapat berkumpul bersama
mengingat kesibukan kaum bapak dan juga anak-anak khususnya di kota- kota besar
seperti di Jakarta ini. Namun sesibuk apa pun pekerjaaan seorang bapak atau ibu
mereka harus bijaksana untuk mengalokasikan waktunya untuk keluarga, mungkin
hanya sedikit waktu yang tersedia tetapi yang terutama ada waktu untuk bersekutu
dengan Tuhan dalam ibadah bersama dengan seluruh anggota keluarga.
Selain itu,
momen-momen penting dalam kehidupan warga jemaat khususnya dalam kehidupan
keluarga seperti hari ulang tahun kelahiran dan perkawinan dapat menjadi
kesempatan yang sangat berkesan dalam beribadah dan bersyukur kepada Tuhan.
Tidak kalah penting
mengadakan ibadah keluarga di setiap wijk, daerah, lunggu, banjar atau sektor
di mana masing-masing keluarga diundang untuk mengikuti ibadah khususnya
keluarga yang menjadi tuan rumah dapat merasakan pesekutuan yang akrab
bersama dengan sesama keluarga lain dalam satu sektor/wilayah.
Boleh juga dirancang
ibadah keluarga dalam perkumpulan arisan keluarga (semarga, saompu) di
mana masing-masing keluarga dapat saling mengenal dalam suasana akrab dan
persaudaraan kasih Tuhan. Unsur-unsur adat dan budaya dapat menjadi sarana
perekat tali kasih dan persaudaraan berlandaskan kasih Tuhan. Dalam ibadah ini
peranan bapak/ama dapat lebih nyata di kalangan orang Batak yang patrilineal
(keturunan menurut garis bapak/ama) Dalam ibadah arisan perkumpulan
untuk mewujudkan keluarga yang beribadah kepada Tuhan.
Merancang dan
melaksanakan program keluarga berdiakonia di mana keluarga dapat berbagi kasih
terhadap keluarga lainnya melalui diakonia (pelayanan kasih) sebagai wujud
nyata rasa syukur atas segala berkat Tuhan. Adalah sungguh mulia apabila
keluarga yang mampu dapat berbagi kasih dengan sesama yang membutuhkan
pertolongan. Bapak/ama dapat menanamkan kepada anak-anak untuk memiliki
sikap perduli dan rela menolong orang lain sebagai wujud nyata rasa syukur
kepada Tuhan yang telah memberikan berkat-berkatNya untuk keluarga.
Merancang dan
melaksanakan program keluarga bermarturia di mana setiap anggota keluarga dapat
menjadi garam dan terang dan bersaksi secara bersama dalam keluarga dan
terhadap orang lain di lingkungan tempat di mana ia hidup dan bergaul dengan
orang/masyarakat lainnya. Misi/sending/pekabaran Injil perseorangan dan bersama
keluarga adalah cara atau metode yang sangat efektif untuk mengabarkan Injil
kepada orang lain (Bandingkan keluarga Sakeus dan Pilipus dalam Perjanjian
Baru).
(Penulis Pdt Dr Lukman
Panjaitan MTh Kepala Bidang Marturia HKBP Distrik VIII DKI Jakarta Raya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar